PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah Rasulullah saw. pulang ke rahmatullah, di kalangan umat Islam terjadi banyak gejolak seperti munculnya nabi-nabi palsu. Tidak sedikit di antara umat Islam yang murtad dan kembali kepada agama semula. Banyak di antara mereka yang ragu-ragu terhadap kebenaran ajaran Islam. Banyak di antara mereka yang hanya melaksanakan apa yang menurut pemikiran mereka benar. Keadaan ini tidak lepas dari masuknya pemikiran-pemikiran busuk yang sengaja diembuskan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk meracuni umat Islam. Bahkan, banyak bermunculan gerakan-gerakan pembangkangan terhadap zakat di berbagai wilayah. Banyak di antara mereka yang beranggapan bahwa zakat itu tidak wajib. Zakat hanya berlaku ketika Rasulullah saw. masih hidup saja, sesudah itu tidak ada kewajiban lagi membayar zakat. Hal ini akan sangat berbahaya bagi generasi Islam selanjutnya, yaitu membayar zakat.
Menghadapi peristiwa yang genting itu, Abu Bakar ra. selaku pemimpin pemerintahan Islam dan penerus perjuangan Rasulullah segera mengambil langkah tepat terhadap para pembangkang zakat. Terhadap para pembangkang zakat, Abu Bakar berkata:
“Demi Allah sungguh siapa pun yang berani membedakan antara shalat dengan zakat, niscaya akan kubunuh! Karena zakat itu adalah hak atas harta. Demi Allah, jika mereka berani menolak untuk menyerahkan seekor kambing sebagai zakat sebagaimana yang pernah mereka serahkan kepada Rasulullah saw. niscaya akan kuperangi lantaran pembangkangan yang mereka lakukan.”
Umar bin Khattab ra. menjawab: “Demi Allah, tidaklah beliau (Abu Bakar mengambil keputusan yang demikian), melainkan aku yakin bahwa Allah telah membukakan kebenaran kepada pemikiran Abu Bakar ra. Maka kuakui bahwa beliau itulah yang benar.” (H.R. Bukhari)
Keputusan yang diambil oleh Abu Bakar ra. akhirnya benar-benar direalisasikan dengan memerangi terhadap kaum yang membangkang membayar zakat. Zakat merupakan rukun Islam yang harus ditegakkan. Kedudukan zakat sama pentingnya dengan shalat, puasa, dan haji.[1]
Zakat, adalah ibadah yang bertalian dengan harta benda. Zakat itu wajib bagi orang yang mampu, dari kekayaannya yang berlebihan dari kepentingan dirinya dan kepentingan orang-orang yang jadi tanggungannya. Harta itu, baik yang berupa uang, barang perniagaan, ternak dan hasil tanaman, dengan jumlah sebanyak yang telah dikenal kaum Muslimin. Zakat itu tidaklah merupakan pikulan berat bagi orang-orang yang berpunya.[2]
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud dengan Zakat?
2. Apa saja syarat-syarat Zakat?
3. Apa saja macam-macam Zakat?
4. Siapa saja yang berhak menerima Zakat?
5. Bagaimana filosofi Zakat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Zakat.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat Zakat.
3. Untuk mengetahui macam-macam Zakat.
4. Untuk mengetahui yang berhak menerima Zakat.
5. Untuk mengetahui filosofi Zakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat
Zakat berasal dari sebuah kata zaka[3], menurut bahasa artinya bersih atau suci. Sedangkan menurut istilah, zakat adalah mengeluarkan harta benda yang telah ditentukan jumlah dan waktunya untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya. Secara bahasa (lughawi), zakat berarti tumbuh, berkembang, dan berkah.[4] Orang yang mengeluarkan zakat, hartanya tidak akan habis melainkan akan tumbuh berkembang serta menjadi lebih berkah.
Zakat dapat juga diartikan membersihkan atau mensucikan. Orang yang menunaikan zakat berarti mensucikan harta benda dan diri pribadi. Allah berfirman: “ Ambillah dari harta benda mereka zakat untuk membersihkan dan mensuikan mereka dengan zakat itu. “ ( Q.S at-Taubah [9]: 103 )
Bagi muzaki (yang berzakat), zakat berarti membersihkan hartanya dari hak-hak mustahik, khususnya para fakir miskin. Selain itu, zakat juga membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela seperti kikir, tamak, serta sombong. Sedangkan bagi mustahik (penerima zakat), zakat dapat membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela seperti iri hati dan dengki terhadap para muzaki.[5]
Pada dasarnya zakat terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu:
1. Ada harta untuk dizakatkan.
2. Ada orang yang mengeluarkan zakat (muzaki).
3. Ada orang yang menerima zakat (mustahik).
B. Syarat-syarat Zakat
Adapun syarat sahnya juga menurut kesepakatan adalah niat yang menyertai pelaksanaan zakat:
1. Syarat wajib zakat
Syarat wajib zakat yakni kefardhuannya, ialah sebagai berikut:
a. Merdeka
b. Islam
c. Baligh dan Berakal
d. Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati
e. Harta yang dizakati telah mencapai nisab atau senilai dengannya
f. Harta yang dizakati adalah milik penuh
g. Kepemilikan harta yang telah mencapai setahun, menurut hitungan tahun qamariyah
h. Harta tersebut bukan merupakan harta hasil utang
i. Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok
2. Syarat-syarat sah pelaksanaan zakat
Syarat sah zakat yakni sebagai berikut:
a. Niat
b. Tamlik (memindahkan kepemilikan harta kepada menerimanya)[6]
C. Macam-macam zakat dan ketentuannya
Zakat dapat dibagi menjadi dua macam yaitu zakat fitrah (zakat pribadi) dan zakat mal (zakat harta).
1. Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah sedekah wajib menjelang Idul Fitri dengan beberapa ketentuan dan persyaratan. Zakat fitrah diwajibkan Rasulullah saw saat Idul Fitri selepas Ramadhan, Abdullah bin Amr r.a berkata: “ Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah selepas ramadhan atas hamba sahaya, merdeka, laki-laki, perempuan, kecil dan besar dari kaum muslimin “ (HR. Bukhori Muslim)[7]
Yang dikeluarkan dalam zakat fitrah adalah makanan pokok (yang mengenyangkan) seperti; beras, jagung dan gandum[8]. Menurut tiap-tiap tempat (negri) sebanyak 3,1 liter atau 2,5 kg, atau bisa diganti dengan uang senilai 3,1 liter atau 2,5 kg makanan pokok yang harus dibayarkan.
Syarat wajib zakat fitrah
Tidak semua orang Islam mempunyai kewajiban untuk membayar zakat fitrah. Mereka yang wajib membayar zakat fitrah adalah yang memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
· Orang Islam
· Masih hidup sewaktu terbenam matahari penghabisan Ramadhan
· Mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan keluarganya[9]
Waktu-waktu zakat fitrah
Waktu wajib membayar zakat fitrah adalah ketika terbenam matahari pada malam idul fitri. Adapun beberapa waktu dan hukum membayar zakat fitrah pada waktu itu adalah:
a. Waktu mubah, awal bulan ramadhan sampai hari penghabisan ramadhan
b. Waktu wajib, mulai terbenamnya matahari di akhir bulan ramadhan
c. Waktu sunah, sesudah shalat subuh sebelum shalat idul fitri
d. Waktu makruh, yaitu sesudah shalat idul fitri tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya idul fitri
e. Waktu haram, yaitu sesudah terbenam matahari pada hari raya idul fitri
2. Zakat Maal
Zakat maal disebut juga dengan zakat kekayaan. Dewasa ini sering diabaikan. Orang yang wajib mengeluarkan zakat maal adalah orang yang memiliki harta yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Islam
b. Merdeka (bukan budak)
c. Hak milik yang sempurna
d. Telah mencapai nishab, yaitu jumlah minimal dari harta yang dimiliki seseorang untuk dizakati
e. Telah sampai haul, yaitu harta yang dimiliki telah mencapai masa satu tahun (haul)
f. Lebih dari kebutuhan pokok. Orang yang berzakat hendaklah orang yang kebutuhan minimal/pokok untuk hidupnya terpenuhi terlebih dahulu
g. Bebas dari utang, bila individu memiliki hutang yang bila dikonversikan ke harta yang dizakatkan mengakibatkan tidak terpenuhinya nishab, dan akan dibayar pada waktu yang sama maka harta tersebut bebas dari kewajiban zakat
Macam-macam Zakat Maal:
a. Zakat Binatang Ternak
Segala ternak yang dipelihara untuk diperkembang biakan dan telah sampai nishab diwajibkan membayar zakatnya. Zakat hewan ternak seperti unta, sapi dan kambing karena hewan ini banyak sekali manfaatnya.
Syarat zakat hewan ternak:
1) Syarat wajib zakat hewan ternak adalah pemiliknya beragama Islam, mencapai nisab dan sudah sempurna satu haul. Adapun saling memindahkan hewan ternaknya dengan cara yang salah maka hal itu tidak menggugurkan haulnya. Dan memindahkan hewan ini dimakruhkan jika bermaksud melarikan diri dari kewajiban berzakat.
2) Dalam hewan ternak, disyaratkan kepemilikan selama satu haul, jika kepemilikan hilang sebentar saja sebelum satu haul kemudian kembali lagi maka haulnya terputus dan dimulai haul yang baru.
3) Hewan ternak yang diwajibkan adalah hewan yang digembalakan.
“ Pada unta yang digembalakan pada setiap jumlah yang mencapai 40 ekor unta, zakatnya adalah 1 ekor binta labun. “ (HR Abu Dawud)
4) Hewan ternak yang diwajibkan bukan hewan yang dipekerjakan.
“ Tidak diwajibkan zakat pada sapi yang dipekerjakan.” (HR Thabrani, Abu Dawud, Baihaqi)
b. Zakat Emas dan Perak
Islam telah mensyariatkan wajibnya zakat pada emas dan perak dan sesuatu yang menggantikan keduanya, yakni uang. Menurut Abu Zahrah harus dizakati dan dinilai dengan uang. Harta yang dalam keadaan yang digadaikan zakatnya dipungut atas pemilik harta, karena barang-barang yang digadaikan tetap menjadi milik yang menggadaikan.
Zakat emas dan perak yaitu jika waktunya telah cukup setahun dan telah sampai ukuran emas yang dimilikinya sebanyak 20 misqal yakni 20 dinar setara dengan 85 gram atau 96 gram. Sedangkan perak adalah 200 dirham atau 672 gram keatas, dan masing-masing zakatnya 2,5%. Sabda Rasulullah yang artinya:
“ Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun maka zakatnya 5 dirham, dan tidak wajib atasmu zakat emas hingga engkau mempunyai 20 dinar. Apabila engkau mempunyai 20 dinar dan telah cukup satu tahun, maka wajib zakat adanya setengah dinar.”
c. Zakat Hasil Bumi (Biji-bijian dan Buah-buahan)
Adapun zakat makanan telah diterangkan dalam Al-Qur’an yang menyuruh kaum Muslimin untuk mengeluarkan zakat terhadap segala hasil yang dikeluarkan dari bumi seperti biji-bijian dan buah-buahan. Keduanya wajib dizakati apabila memenuhi kriteria berikut:
1) Menjadi makanan pokok manusia
2) Memungkinkan untuk disimpan dan tidak mudah rusak/membusuk
3) Dapat ditanam oleh manusia
d. Harta Temuan/Terpendam (Rikaz)
Secara etimologi, rikaz adalah sesuatu yang ditetapkan. Rikaz adalah emas dan perak yang ditanam di dalam tanah. Menurut sebagian ulama, rikaz, yaitu harta karun yang diketemukan setelah terpendam dimasa lampau. Dan semua benda-benda tambang yang baru diketemukan baik di darat atau di laut. Apabila menemukan barang di jalan atau masjid maka hal itu tidak bisa dikatakan rikaz, melainkan luqathah.
e. Hasil Tambang (Ma’din)
Ma’din adalah tempat Allah swt menciptakan emas, perak, besi dan tembaga. Zakat Ma’din adalah zakat yang dibayarkan dari barang tambang apabila seorang muslim mengeluarkannya dari tanah yang tak bertuan atau dari tempat yang memang miliknya, dasar hukumnya berasal dari Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 35 yang artinya:
“ Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “ Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”
f. Harta Perniagaan/Perdagangan
Yang dimaksud harta perdagangan adalah harta yang dijual atau dibeli guna memperoleh keuntungan.harta ini tidak hanya tertentu pada harta kekayaan, tetapi semua harta benda yang diperdagangkan. Para ulama sepakat tentang wajibnya zakat pada harta perdagangan ini, yang menjadi dasar hukum zakat bagi barang dagangan adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
“ Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Maha Terpuji. “ (Al Baqarah 267)
Begitu pula berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Baihaqi. “ Setelah itu sesungguhnya nabi saw menyuruh kami mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami sediakan untuk perniagaan”.
Syarat wajib harta:
1) Harta didapat dengan transaksi jual beli. Adapun jika dimiliki secara warisan, wasiat, hibah, menemukan dan sebagainya maka barang ini bukan termasuk harta dagangan, kecuali jika setelahnya pemilik tersebut memperjualbelikannya.
2) Niat memperjualbelikan harta benda. Jika membeli harta benda dan tidak berniat untuk memperjualbelikannya, maka harta tersebut bukanlah harta dagangan.
3) Mencapai nisab. Adapun nisab yang diberlakukan pada harta ini adalah 20 dinar (20 gram emas/200 gram perak).
4) Sempurna satu haul. Haulnya bermula sejak dimilikinya harta benda perdagangan melalui transaksi. Jika telah sempurna haulnya, dan harta dagangan mencukupi nisab maka wajib dizakati. Jika tidak mencukupi nisab maka tidak wajib untuk menunaikan zakat.
g. Zakat Profesi
Yakni zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta. Jika penghasilannya selama setahun lebih dari senilai 85 gram emas dan zakatnya dikeluarkan setahun sekali sebebsar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok.
D. Orang Yang Berhak Menerima Zakat
Zakat fitrah dan zakat maal wajib diserahkan kepada delapan golongan. Mereka adalah orang-orang yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an.
“ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, orang-orang yang berjuang untuk Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. “ ( QS At-Taubah 60)
1. Fakir: orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap dan tidak ada yang menanggung kebutuhan hidup sehari-harinya.
2. Miskin: orang yang mempunyai mata pencaharian tetapi penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Amil: orang yang mengurusi zakat, mulai dari pengumpulan sampai dengan pembagian kepada yang berhak.
4. Hamba sahaya atau Riqab: orang yang menjadi budak dan dapat diperjualbelikan.
5. Fi Sabilillah: orang yang memperjuangkan agama Islam.
6. Mu’allaf:
a. Orang yang baru masuk Islam dan imannya masih lemah
b. Orang yang masuk Islam dan memiliki niat yang kuat
c. Orang Islam yang menjaga perbatasan dari serangan kaum kafir atau musuh lainnya
d. Orang Islam yang membantu negara mengurus zakat.
7. Gharim atau orang yang berhutang:
a. Orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang berselisih
b. Orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya yang dibolehkan
c. Orang yang berhutang karena menjamin utang orang lain, sedangkan dia dan orang yang dijamin tidak mampu membayar
8. Ibnu sabil atau Musafir: orang yang sedang dalam perjalanan bukan maksiat.
Orang yang tidak berhak menerima zakat:
Adapun mereka-mereka yang tidak berhak atau tidak boleh mendapatkan zakat adalah
1. Orang kafir (hanya berhak diberi sedekah)
2. Orang atheis
3. Keluarga Bani Hasyim dan Bani Muttalib
4. Ayah, anak, kakek, nenek, ibu, cucu, dan istri yang menjadi tanggungan orang yang berzakat.
E. Filosofi Zakat
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman. Mengerjakan amal salah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapatkan pahala disisi Tuhan-nya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. “ ( QS Al-Baqarah: 277 )
Zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan harta benda. Seseorang yang telah memenuhi syarat-syaratnya dituntut untuk menunaikannya, bukan semata-mata atas dasar kemurahan hatinya, tapi kalau terpaksa ‘dengan tekanan pengasa’. Zakat selain bernilai ibadah juga mengandung nilai filosofi yang amat luhur untuk kemanusiaan.
Filosofi zakat yang pertama adalah istikhlaf (penugasan sebagai khalifah di bumi). Allah swt adalah pemilik seluruh alam raya dan segala isinya, termasuk pemilik harta benda. Seseorang yang beruntung memperolehnya, pada hakikatnya hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemiliknya (Allah swt).
Kedua, solidaritas sosial. Manusia adalah makhluk sosial. Kebersamaan antara beberapa individu dalam suatu wilayah membentuk masyarakat yang walaupun berbeda sifatnya dengan individu-individu tersebut, namun manusia tidak bisa dipisahkan darinya.
Ketiga, persaudaraan. Manusia berasal dari satu keturunan, antara seseorang dengan lainnya terdapat pertalian darah, dekat atau jauh. Kita semua bersaudara, pertalian darah tersebut akan menjad lebih kokoh dengan adanya persamaan-persamaan lain, yaitu agama, kebangsaan, lokasi domisili dan sebagainya.
Disadari oleh ita semua, bahwa hubungan persaudaraan menuntut bukan sekedar hubungan take and give, atau pertukaran manfaat, tetapi melebihi itu semua, yakni memberi tanpa menanti imblan atau membantu tanpa dimintai bantuan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Zakat menurut bahasa artinya bersih, bertambah, dan terpuji. Zakat menurut istilah agama Islam artinya sejumlah atau kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat. Hukumnya zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, yaitu wajib atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya.
Diantara tujuan zakat dalam Islam adalah:
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keuar dari kesulitan hidup serta penderitaan
2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, ibnu sabil dan mustahik lainnya
3. Membersihkan sifat dengki dan iri hati orang-orang miskin
4. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya
5. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial
Zakat dibagi menjadi 2, yaitu zakat fitrah dan zakat maal. Zakat fitrah merupakan zakat yang dikeluarkan umat Islam pada sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal untuk mensucikan jiwa. Sedangkan zakat maal adalah zakat harta yang dimiliki seseorang karena sudah mencapai nisabnya.
Yang dibayarkan zakat fitrah yaitu berupa makanan pokok sebesar 3,1 liter atau 2,5 kg atau bisa juga dibayarkan dengan uang senilai makanan pokok yang harus dibayarkan. Sedangkan yang dibayarkan zakat maal berupa binatang ternak, emas dan perak, biji-bijian dan buah-buahan, rikaz, harta perniagaan, hasil pertanian, dan hasil tambang.
Orang yang berhak menerima zakat yaitu orang fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil. Sedangkan yang tidak berhak menerima zakat yaitu orang kafir, atheis, keluarga Bani Hasyim dan Bani Muttalib, dan ayah, anak, kakek, nenek, ibu, cucu, dan istri yang menjadi tanggungan orang yang berzakat.
Saran
Penyusunan makalah ini masih banyak kelemahan dan kekhilafan. Maka dari itu kami selaku penyusun menyarankan pada pembaca yang ingin mendalami masalah zakat. Setelah membaca makalah ini membaca sumber lain yang telah lengkap, dan marilah kita realisasikan zakat dalam kehidupan sehari-hari sebab Islam menyadarkan kepada manusia bahwa apapun kekayaan yang dimiliki manusia pada dasarnya merupakan titipan Allah swt yang di dalamnya terdapat hak orang lain jadi setiap umat muslim wajib untuk membayar zakat.
[1] Drs. H. Abdul Mu’ti, M.Ed.2008.AL-ISLAM dan KEMUHAMMADIYAHAN Kelas X.Jakarta:PUSTAKA SM.hlm51.
[2] Prof. Dr. Syeikh Mahmud Shalut.1984.AKIDAH dan SYARI’AH ISLAM.Jakarta:BUMI AKSARA.hlm94.
[3] Muqorobin, S.Pd.I, Pendidikan AL-ISLAM, (Yogyakarta: Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, Cet ke-2, 2008), hlm 102.
[4] Drs. H. Abdul Mu’ti, M.Ed.Op.cit.hlm52
[5] Drs. H. Syamsuri, Pendidikan Agama Islam SMA, (Jakarta: Erlangga), hlm 148.
[6] http://el-syadii.blogspot.in/2015/05/makalah-zakat-pengertian-hukum-dan-macam
[7] http://lithfiyatulkhusna.blogspot.in/2013/06/makalah-tentang-zakat
[8] Drs. H. Syamsuri, Pendidikan Agama Islam SMA, hlm 150.
[9] Syaein N. S., S.PdI, dkk, Pendidikan Agama Islam Jilid 5, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm 43.
0 Response to "MAKALAH FIQIH IBADAH (ZAKAT)"
Posting Komentar